Nabi menganjurkan umatnya untuk selalu jujur karena kejujuran
merupakan mukadimah akhlak mulia yang akan mengarahkan pemiliknya kepada
akhlak tersebut, sebagaimana dijelaskan oleh Nabi,
“Sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebajikan.”
Kebajikan adalah segala sesuatu yang meliputi makna kebaikan, ketaatan kepada Allah, dan berbuat bajik kepada sesama.
Sifat jujur merupakan alamat keislaman, timbangan keimanan, dasar
agama, dan juga tanda kesempurnaan bagi si pemilik sifat tersebut.
Baginya kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat. Dengan kejujurannya,
seorang hamba akan mencapai derajat orang-orang yang mulia dan selamat
dari segala keburukan.
Kejujuran senantiasa mendatangkan berkah, sebagaimana disitir dalam
hadist yang diriwayatkan dari Hakim bin Hizam dari Nabi, beliau
bersabda,
“Penjual dan pembeli diberi kesempatan berfikir selagi mereka
belum berpisah. Seandainya mereka jujur serta membuat penjelasan
mengenai barang yang diperjualbelikan, mereka akan mendapat berkah dalam
jual beli mereka. Sebaliknya, jika mereka menipu dan merahasiakan
mengenai apa-apa yang harus diterangkan tentang barang yang
diperjualbelikan, maka akan terhapus keberkahannya.”
Dalam kehidupan sehari-hari –dan ini merupakan bukti yang nyata– kita
dapati seorang yang jujur dalam bermuamalah dengan orang lain,
rezekinya lancar-lancar saja, orang lain berlomba-lomba datang untuk
bermuamalah dengannya, karena merasa tenang bersamanya dan ikut
mendapatkan kemulian dan nama yang baik. Dengan begitu sempurnalah
baginya kebahagian dunia dan akherat.
Tidaklah kita dapati seorang yang jujur, melainkan orang lain senang
dengannya, memujinya. Baik teman maupun lawan merasa tentram dengannya.
Berbeda dengan pendusta. Temannya sendiripun tidak merasa aman, apalagi
musuh atau lawannya. Alangkah indahnya ucapan seorang yang jujur, dan
alangkah buruknya perkataan seorang pendusta.
Orang yang jujur diberi amanah baik berupa harta, hak-hak dan juga
rahasia-rahasia. Kalau kemudian melakukan kesalahan atau kekeliruan,
kejujurannya -dengan izin Allah- akan dapat menyelamatkannya. Sementara
pendusta, sebiji sawipun tidak akan dipercaya. Jikapun terkadang
diharapkan kejujurannya itupun tidak mendatangkan ketenangan dan
kepercayaan. Dengan kejujuran maka sah-lah perjanjian dan tenanglah
hati. Barang siapa jujur dalam berbicara, menjawab, memerintah (kepada
yang ma’ruf), melarang (dari yang mungkar), membaca, berdzikir, memberi,
mengambil, maka ia disisi Allah dan sekalian manusia dikatakan sebagai
orang yang jujur, dicintai, dihormati dan dipercaya. Kesaksiaannya
merupakan kebenaran, hukumnya adil, muamalahnya mendatangkan manfaat,
majlisnya memberikan barakah karena jauh dari riya’ mencari nama. Tidak
berharap dengan perbuatannya melainkan kepada Allah, baik dalam
salatnya, zakatnya, puasanya, hajinya, diamnya, dan pembicaraannya
semuanya hanya untuk Allah semata, tidak menghendaki dengan kebaikannya
tipu daya ataupun khiyanat. Tidak menuntut balasan ataupun rasa terima
kasih kecuali kepada Allah. Menyampaikan kebenaran walaupun pahit dan
tidak mempedulikan celaan para pencela dalam kejujurannya. Dan tidaklah
seseorang bergaul dengannya melainkan merasa aman dan percaya pada
dirinya, terhadap hartanya dan keluarganya. Maka dia adalah penjaga
amanah bagi orang yang masih hidup, pemegang wasiat bagi orang yang
sudah meninggal dan sebagai pemelihara harta simpanan yang akan
ditunaikan kepada orang yang berhak.
Seorang yang beriman dan jujur, tidak berdusta dan tidak mengucapkan
kecuali kebaikan. Berapa banyak ayat dan hadist yang menganjurkan untuk
jujur dan benar, sebagaimana firman-firman Allah yang berikut,
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS. at-Taubah: 119)
“Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang
benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang di bawahnya mengalir
sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha
terhadap mereka dan mereka pun ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan
yang paling besar.” (QS. al-Maidah: 119)
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati
apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Di antara mereka ada yang
gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka
sedikit pun tidak merubah (janjinya).” (QS. al-Ahzab: 23)
“Tetapi jikalau mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” (QS. Muhammad: 21)
Nabi bersabda, “Tinggalkan apa yang meragukanmu kepada yang tidak
meragukanmu, sesungguhnya kejujuran, (mendatangkan) ketenangan dan
kebohongan, (mendatangkan) keraguan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar