Minggu, 13 Mei 2012

Aneka pintu Rizki dari Allah

Jalan mendapatkan rizki ternyata sedemikian banyak. Allah Maha Kaya, dan Dialah yang membaginya ke segenap makhluknya. Kita sebagai makhluk sebatas berusaha mendapatkannya, lalu mensyukurinya. Jika kita mampu menyukuri, maka nikmat itu akan ditambah, dan kita sama sekali tidak boleh kufur atas nikmat yang dianugerahkan oleh Nya kepada kita. Allah membagi rizki kepada makhluknya berbeda-beda.
Ada sementara orang diberi secara melimpah sedemikian banyaknya, dan sebaliknya ada yang sangat sedikit jumlah yang diterimanya. Sekalipun rizki itu dibagi secara berbeda, Allah tatkala membagi nikmat dari rizki itu ternyata sama. Artinya, belum tentu yang kaya raya bisa menikmati, sedangkan sebaliknya yang miskin dan serba terbatas, justru dengan rizki yang sedikit itu dia merasakan nikmat yang luar biasa banyaknya.
Berbicara soal rizki, ternyata banyaknya rizki seseorang tidak selalu terkait dengan latar belakang pendidikan yang didapat. Artinya tidak selalu seseorang yang berpendidikan tinggi, rizkinya melimpah dan sebaliknya, yang berpendidikan rendah selalu mendapatkan rizki terbatas. Pintu-pintu mendapatkan rizki ternyata tidak terbatas jumlahnya. Rizki bisa diperoleh dari hasil bekerja keras, pemberian orang lain, warisan orang tua, gaji, berniaga, berkebun dan melalui cara halal lainnya. Yang akan saya ceritakan berikut ini, adalah kasus sederhana yang dialami oleh teman saya sewaktu masih kecil, ketika sama-sama di desa dulu. Dia memiliki pengalaman, yang menurut saya unik, tetapi ada nilai atau prinsip berharga yang bisa dipetik dari pengalaman itu. 

Sudah menjadi kebiasaan anak-anak umur belasan tahun di desa saya, setiap malam selalu nginap di masjid atau musholla. Tidur di masjid atau di musholla menjadi tradisi anak-anak di desa, sewaktu saya masih kecil. Dianggap aneh jika terdapat anak-anak umur belasan tahun tidur di rumah. Dianggap tidak pantas. Sehingga, masjid dan musholla tidak saja digunakan untuk sholat berjama’ah, melainkan juga dijadikan tempat anak-anak bermalam. Sekarang tradisi seperti itu sudah tidak tampak lagi, sehingga masjid dan musholla kelihatan sepi, kecuali untuk waktu sholat. Saya tidak akan berdebat, apakah keuntungan dan kerugian tradisi tidur di masjid atau musholla itu. Mungkin sebagian menganggapnya positif, tetapi sebagian lain akan mengatakan banyak negatifnya, karena dengan tradisi itu tempat ibadah menjadi kumuh dan tidak tertib. 

Di antara teman-teman penghuni masjid ketika itu, terdapat seorang yang dikenal sangat penakut. Dia tidak berani tidur terpisah dari teman-teman lainnya. Sekedar ambil air wudhu tidak berani sendirian jika keadaan sudah mulai gelap, karenanya harus diantar oleh temannya. Kegelapan dianggap olehnya sebagai sesuatu yang amat menakutkan. Watak penakutnya itu dikenali oleh seluruh teman-temannya, sehingga seringkali diejek. Suatu ketika, salah seorang teman yang kebetulan lebih tua usianya, mulai menggoda si penakut ini. Tatkala malam sudah mulai larut, dia mengatakan pada si penakut ini, bahwa jika ia berani ke tengah kuburan malam ini, maka satu-satunya kambing yang dimiliki akan diberikan kepadanya sebagai hadiah. Menurut perhitungan, si penakut ini tidak akan berani. Jangankan ke kuburan, pergi ambil wudhu di tempat wudhu masjid saja tidak berani, takut digoda jin. 

Tawaran teman dari pemilik seekor kambing tersebut, ternyata menggoda hatinya. Dia tidak bisa tidur, karena membayangkan alangkah bahagianya jika kambing pindah kepemilikan kepadanya. Anak yang sering diejek temannya itu, selain penakut juga paling miskin dibanding teman-temannya. Karena itu, baginya seekor kambing dianggap sebagai sesuatu yang sangat berharga. Dia membayangkan, betapa bahagianya jika suatu ketika seekor kambing itu menjadi miliknya. Selanjutnya, bayangan indah itulah yang mendorong, ketika seluruh teman-temannya sudah tidur, memerangi rasa takutnya, lalu memberanikan diri pergi ke tengah kuburan sendirian. Dengan rasa takut, tanpa pamit teman-temannya, dia ambil sebuah batu nisan dan membawanya kembali ke masjid. Setelah itu dibangunkanlah teman-temannya, termasuk teman yang akan memberikan kambing bersyarat tadi. Dengan bukti batu nisan itu, maka dimintalah hak kepemilikan kambing yang dijanjikan sebelumnya itu. Tentu si pengejek tadi tidak bisa mengelak, karena janjinya telah disaksikan oleh seluruh teman-temannya. 

Kambing dari hasil perjuangan berat tersebut, dipeliharanya dengan penuh kasih sayang. Selanjutnya ternak itu beranak pinak menjadi banyak. Beberapa di antaranya ditukar dengan sapi, dan sapinya itupun berkembang menjadi banyak jumlahnya. Sebagian sapi dijual ditukarkan dengan tanah. Akhirnya, dia menjadi peternak, pemilik tanah pertanian dan saat ini dikenal sebagai orang kaya di desa itu. Cerita ini rasanya lucu dan menggelikan, tapi itulah kenyataan yang benar-benar terjadi. Dia menjadi seorang kaya hanya bermodalkan rasa takut, mencintai apa yang didapat serta selalu bersyukur, dan tekun bekerja merawat apa yang dimiliki. Aneh memang, modal itu ternyata berhasil mengantarkannya menjadi kaya. Tidak itu saja, ia dalam hal harta berhasil mengalahkan sarjana pertanian, yang karena kurang tekun, sekalipun kaya ilmu, ternyata masih saja belum beruntung, hidupnya masih tetap menggantungkan orang lain. Rizki dari Allah memang harus dicari, tetapi pada kenyataannya hanya Allah saja yang membagi sesuai dengan kehendak Nya. Allahu a’lam..(zar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar